Membeli tanah atau rumah membutuhkan KTP, atau pemilik harus berusia 17 tahun ke atas. Namun, tidak banyak orang tua yang membeli tanah untuk anaknya yang masih di bawah umur. Memangnya mungkin?
Ternyata hukum melarang hal ini. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/KaBPN) Nomor 19 Tahun 1999, di mana Pasal 10, Pasal 19 dan Pasal 34 menyatakan bahwa orang yang membuat sertifikat tanah harus melampirkan fotokopi identitas yang menunjukkan bahwa mereka berusia 17 tahun ke atas.
Menurut Fitri Khairunnisa, S.H.M.Kn, Notaris PPAT dan Pejabat Lelang Kelas II Bima, sertifikat tanah yang mengacu pada anak di bawah umur tidak sah secara hukum.
Fitri menyatakan bahwa anak yang di bawah umur ini tidak dapat naik di sertifikat secara hukum.
Hal ini disebabkan fakta bahwa KTP adalah syarat untuk balik nama sertifikat tanah di BPN (Badan Pertahanan Nasional).
Ada alasan untuk menggunakan nama anak di bawah umur di sertifikat tanah atau rumah jika aset tersebut diwariskan dan anak tersebut adalah ahli warisnya.
Namun, untuk mendapatkan penetapan dalam kasus ini, anak tersebut harus didampingi oleh seorang wali yang diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri.
Untuk pewarisan, misalnya, diperlukan perwalian. Kami memintanya ke pengadilan. Fitri mengatakan bahwa anak di bawah 18 tahun tidak boleh menjadi subjek hukum langsung dalam praktik jual beli atau praktik apa pun. Oleh karena itu, perwalian harus dilakukan dengan persetujuan dari Pengadilan Negeri.
Dokumen yang harus diserahkan saat mengajukan perwalian ini diantaranya sebagai berikut.
- KTP orangtua anak
- Kartu Keluarga
- Akta nikah orangtua anak
- Akta kelahiran anak
- KTP dari saksi 2 orang yang sudah dewasa (wali)
- Sertifikat Tanah
- PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Selain itu, Fitri menyebutkan jika dalam praktiknya jika ada yang mengatasnamakan anak di bawah umur pada saat jual dan beli tanah atau rumah, notaris tersebut perlu membuat perjanjian tambahan subsider (tambahan). Menurut Kamus Bahasa Indonesia
Perjanjian tambahan ini berisi pernyataan sertifikat tanah tersebut akan dibaliknamakan setelah anak tersebut masuk ke usia legal dan mendapatkan KTP.
“Ada semacam perjanjian, misalnya, nanti ketika anaknya sudah berumur 18 tahun bahwa properti ini akan dibaliknamakan kepada namanya,” jelasnya.
Meskipun ada perjanjian tambahan, nama yang tercantum pada sertifikat tanah saat ini tetap menggunakan nama orangtuanya, bukan nama sang anak yang masih di bawah umur.
“Untuk kasus seperti ini, tidak mungkin BPN mau menerbitkan sertifikat untuk orang yang belum memiliki KTP karena itu syarat utama balik nama dari proses jual beli itu,” pungkas Fitri.