Zakat adalah ibadah yang termasuk dalam rukun Islam yang mengharuskan seorang Muslim mengeluarkan sebagian dari hartanya dengan nilai tertentu. Harta produktif yang menghasilkan adalah salah satu yang harus diberikan zakatnya.

Menurut Mohamad Suharsono, anggota Dewan Syariah Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), perintah untuk membayar zakat didasarkan pada ayat 103 surah At Taubah, di mana sebagian harta yang diberikan sebagai zakat dimaksudkan untuk membersihkan harta dan menyucikan jiwa.

Suharsono mengatakan bahwa analogi penunaian zakat Syech Al Qardhawi dalam bukunya Fikih Zakat dianalogikan kepada zakat hasil tani, baik untuk rumah, tanah, maupun mobil.

Suharsono menyatakan bahwa para ulama menggunakan istilah untuk jenis zakat mal ini dalam buku-buku masa kini, yang disebut zakat al mustaghallat atau zakat sewa aset. Zakat ini diambil bukan dari nilai aset, tetapi dari hasil sewa aset.

Menurutnya, “Hasil usaha ini menunjukkan bahwa zakat itu pada harta yang produktif. Jika harta konsumtif yang kita gunakan, kita manfaatkan, maka tidak wajib untuk menunaikan atau ditunaikan zakat.”

Zakat pertanian dan menyewakan rumah atau tanah mirip. Suharsono membandingkan metode pertanian di mana lahan dan sawah yang dimilikinya diberdayakan sampai panen dan menghasilkan hasil. sementara orang yang memiliki properti seperti rumah atau tanah menyewakannya untuk menghasilkan uang.

Dia menyatakan bahwa ada kemiripan antara hasil tani dengan orang yang menyewakan asetnya, rumahnya, atau tanahnya.

Suharsono menyatakan bahwa, karena analoginya dengan zakat hasil tani, tarif atau kadar penunaian zakatnya adalah 5% dari hasil sewa.

Kemudian, zakat sewa aset ini tidak memiliki haul atau masa kepemilikan, biasanya satu tahun. Jadi, ketika seseorang menerima uang sewa untuk tanah atau rumah, zakat tersebut dapat langsung ditunaikan. Namun, bagi mereka yang memiliki usaha kos-kosan, mereka dapat mengakumulasikan zakatnya setiap bulan.

Scroll to Top

© 2024 BORNEOLAND PROPERTY. Hak cipta dilindungi.